Kamis, 18 Desember 2014

SEJARAH GUNUNG SANTRI BOJONEGARA



Gunung Santri Bojonegara
(Penyebaran Agama Islam di Banten)

            Sejak masih di sekolah dasar, saya sering berziarah ke makam Syekh Muhammad Soleh yang berada di Gunung santri yang menjadi objek wisata yang tidak hanya memiliki nilai estetika seperti layaknya pegunungan lain, Gunung Santri juga memiliki nilai sejarah dan religius. Gunung berada di Desa Bojonegara Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang, daerah ini berada di sebelah barat laut daerah pantai utara, 7KM dari Kota Cilegon. Letak gunung santri berada ditengah dikelilingi gugusan gunung-gunung yang memanjang dimulai dari pantai dan berakhir pada gunung induk yaitu gunung gede. 
            Di puncak gunung santri terdapat makan seorang wali yaitu Syekh Muhammad Sholeh, jarak tempuh dari kaki bukit menuju puncak bejarak ±500 M yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. 
            Kampung di sekitar gunung santri antara lain Kejangkungan, Lumalang, Ciranggon, Beji, Gunung Santri dan Pangsoran. Di kaki bukit sebelah utara di kampung Beji terdapat masjid kuno yang seumur dengan masjid Banten lama yaitu Masjid Beji yang merupakan masjid bersejarah yang masih kokoh tegak berdiri sesuai dengan bentuk aslinya sejak zaman Kesultanan Banten yang saat itu dipimpin Sultan Hasanudin.
            Syekh Muhammad Sholeh adalah Santri dari Sunan Ampel, setelah menimba ilmu beliau menemui Sultan Syarif Hidayatullah atau lebih di kenal dengan gelar Sunan Gunung Jati (ayahanda dari Sultan Hasanudin) pada masa itu penguasa Cirebon. Dan Syeh Muhamad Sholeh diperintahkan oleh Sultan Syarif Hidayatullah untuk mencari putranya yang sudah lama tidak ke Cirebon dan sambil berdakwah yang kala itu Banten masih beragama hindu dan masih dibawah kekuasaan kerajaan pajajaran yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun dengan pusat pemerintahanya berada di Banten Girang.
            Dengan ketelatennya, akhirnya Syekh Muhammad Sholeh pun bertemu Sultan Hasanudin di Gunung Lempu, dekat kampung Merapit Desa Ukir Sari Kecamatan Bojonegara yang terletak di sebelah barat pusat kecamatan yang sedang Bermunajat kepada Allah SWT. Setelah memaparkan maksud dan tujuannya, Sultan Hasanudin pun menolak untuk kembali ke Cirebon. 
            Karena kedekatannya dengan ayahnya Sultan Hasanudin yaitu Syarif Hidayatullah, akhirnya Sultan Hasanudin pun mengangkat Syekh Muhammad Sholeh untuk menjadi pengawal sekaligus penasehat dengan julukan “Cili Kored” karena berhasil dengan pertanian dengan mengelola sawah untuk hidup sehari-hari dengan julukan sawah si derup yang berada di blok Beji.
            Syiar agam Islam yang dilakukan Sultan Hasanudin mendapat tantangan dari Prabu Pucuk Umun, karena berhasil menyebarkan agama Islam di Banten sampai bagian Selatan Gunung Pulosari (Gunung Karang) dan Pulau Panaitan Ujung Kulon. Keberhasilan ini mengusik Prabu Pucuk Umun karena semakin kehilangan pengaruh, dan menantang Sultan Hasanudin untuk bertarung dengan cara mengadu ayam jago dan sebagai taruhannya akan dipotong lehernya, tantangan Prabu Pucuk umun diterima oleh sultan Hasanudin.
            Setelah Sultan Hasanudin bermusyawarah dengan pengawalnya Syekh Muhamad Soleh, akhirnya disepakati yang akan bertarung melawan Prabu Pucuk Umun adalah Syekh Muhamad Sholeh yang bisa menyerupai bentuk ayam jago seperti halnya ayam jago biasa. Hal ini terjadi karena kekuasaan Allah SWT.
            Pertarungan dua ayam jago tersebut berlangsung seru namun akhirnya ayam jago milik Sultan Maulana Hasanudin yang memenangkan pertarungan dan membawa ayam jago tersebut kerumahnya. 
            Ayam jago tersebut berubah menjadi sosok Syekh Muhammad Sholeh sekembalinya di rumah Sultan Maulana Hasanudin. Akibat kekalahan adu ayam jago tersebut Prabu Pucuk Umun pun tidak terima dan mengajak berperang Sultan Maulana Hasanudin, mungkin sedang naas pasukan Prabu Pucuk Umun pun kalah dalam perperangan dan mundur ke selatan bersembunyi di pedalaman rangkas yang sekarang dikenal dengan suku Baduy.
            Setelah selesai mengemban tugas dari Sultan Maulana Hasanudin, Syekh Muhammad Sholeh pun kembali ke kediamannya di Gunung santri dan melanjutkan aktifitasnya sebagai mubaligh dan menyiarkan agama Islam kembali. Keberhasilan Syekh Muhammad Sholeh dalam menyebarkan agama Islam di pantai utara banten ini didasari dengan rasa keihlasan dan kejujuran dalam menanamkan tauhid kepada santrinya, semua itu patut di teladani oleh kita semua oleh generasi penerus untuk menegakkan amal ma’rup nahi mungkar.
            Beliau Wafat pada usia 76 Tahun dan beliau berpesan kepada santrinya jika ia wafat untuk dimakamkan di Gunung Santri dan di dekat makan beliau terdapat pengawal sekaligus santri syekh Muhammad Sholeh yaitu makam Malik, Isroil, Ali dan Akbar yang setia menemani syekh dalam meyiarkan agama Islam. Syekh Muhammad Sholeh wafat pada tahun 1550 Hijriah/958 M. 
           
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgA5iRMpFPa2poEoWMKJQ75EbREpT5W7lc2at2L6L2eIj92-2pLPWXApOfB6DYI5-gbyrRlVNiEDxNHFadDKv_dbAUxSILH3ifnGqlHJIQjJsLFETPmvVMByrDYyGqDWDqTx9z9pFpM2w/s320/Gunung+Santri+02.jpgDescription: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgU9M0T6LWsNZ-y_qlHiYsBy_12ojNcdDxXj3DvL4d71fcPBBIqLLPpZEu1qYaaPu2qQhBYzPPTmmusiO40w2LWxq0z-FeMzrIMNOerzeAxVuSP2ri2TLM-ePVilE6168xHr8Ts8CsStg/s320/Gunung+Santri+03.JPG Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjggXAt3VlLFjhpO7mlmb_0Fg8hkz275R_fMuMxrl5zPxrOC9cPdO5wCXje5lHRgFw-Bowde1wDnT9stBWu_P4KNfAfK-KQpQH8gZQ9Vd-m7XbfWZhJ3xBxY9N7bg2Zh1K_dpA5c9KSrw/s320/Gunung+Santri+04.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar