Kamis, 18 Desember 2014

KONSTRUKTIVISME DAN PENDEKATAN SAINTIFIK



Ref-PGSD3A/22
089604800775

KONSTRUKTIVISME DAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan. Konstruktivisme  berasal dari kata konstruktiv yang berarti bersifat membina, memperbaiki, membangun, dan kata isme yang berarti paham atau aliran. Maka konstruktivisme dapat diartikan sebagai aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang sedang belajar.
Aliran filsafat ini memuat dua aliran yang berlainan yaitu empirisme dan nativisme. Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari sebuah pengalaman(dari luar), sedangkan nativisme menyatakan bahwa pengetahuan merupakan suatu ide yang sudah ada sebagai pembawaan dari manusia (dari dalam). Dari kedua pernyataan tersebut konstruktivisme memiliki pernyataan lain yang berkaitan dengan keduanya, yang menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dan dibentuk serta dikembangkan menjadi sebuah pengetahuan baru yang lebih berkembang melalui konstruksi seseorang.
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukkan manusia. Manusia membentuk pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengalaman, dan lingkungan mereka. Pada aliran ini, suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut berguna dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang ada. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, melainkan harus dibentuk oleh masing-masing orang. Karena pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi secara utuh, melainkan butuh suatu proses berupa pemikiran-pemikiran yang terus-menerus agar pengetahuan tersebut semakin berkembang.
 Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-fakta, melainkan bentukan seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungan. Sehingga pengetahuan dapat terus berkembang sesuai dengan pemikiran seseorang terhadap objek, pengalaman baru, maupun keadaan alam yang berbeda-beda.
Gagasan pokok aliran ini sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Italia pada tahun 1710. Dalam bukunya “de Antiquissima Italorum sapientia” mengungkapkan filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa seseorang dianggap mengetahui sesuatu jika orang tersebut mengetahui cara membuat dan mengetahui unsur-unsur yang membentuk sesuatu tersebut. Misalnya, hanya Tuhan saja yang mengetahui unsur-unsur pembentuk dan cara membuat alam semesta, maka dalam hal ini hanya Tuhan saja yang mengerti tentang alam semesta.
Menurut Vico, pengetahuan selalu menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk oleh manusia itu sendiri. Namun gagasan-gagasan dari Vico tidak banyak diketahui orang. Sehingga pada 1988 Von Glasersfeld menyatakan bahwa pengertian konstruktivisme muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.
Piaget menuliskan gagasan konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan kognitif dan juga dalam epistemologi genetiknya. Piaget mengungkapkan teori adaptasi kognitifnya yang menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari adaptasi struktur kognitif terhadap lingkungan, seperti suatu organisme yang harus beradaptasi dengan lingkungan untuk bertahan hidup. Demikian juga tentang struktur skema pemikiran manusia, berhadapan dengan tantangan, pengalaman, dan hal baru yang telah diketahuinya, seseorang ditantang untuk menanggapi hal tersebut.dalam menanggapi hal tersebut, skema seseorang dikembangkan menjadi lebih umum dan rinci, skema ini juga dapat berubah secara total karena skema yang lama tidak cocok untuk menjawab pengalaman baru tersebut. Proses ini membuat pengetahuan seseorang terus berkembang sesuai dengan hal-hal baru yang ia ketahui.
Sesuai dengan konstruktivisme, maka setiap orang bebas berperan dalam membentuk pengetahuan. setiap orang dituntut untuk aktif dalam membentuk pengetahuan untuk mengembangkan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
Namun, tidak semua bentukan tersebut dapat dianggap sebagai pengetahuan yang benar. Sebelumnya telah disampaikan bahwa pengetahuan tersebut dianggap benar apabila pengetahuan tersebut berguna untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada sesuai dengan objek,  pengalaman baru, dan lingkungan.
Konstruktivisme memiliki beberapa pandangan dalam pembelajaran yang mengatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran anak-anak harus diberi kesempatan untuk berpikir sendiri. Menurut Tran Vii, konstruktivisme  juga memberi kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar untuk memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan pengetahuan yang dibutuhkan dengan bantuan fasilitas orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al. menyatakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya setiap siswa agar aktif  membentuk pengetahuan dengan cara mengaitkan pembelajaran sebelumnya dengan pembalajaran baru sesuai dengan pikiran mereka sendiri, dan hal ini harus dilakukan secara terus-menerus.
Pengetahuan didapat melalui proses konstruksi dan menjadikan seseorang menjadi lebih tahu, lebih lengkap, dan lebih sempurna. Misalnya pengetahuan tentang bunga. Di sekolah dasar diperkenalkan jenis-jenis bunga, di sekolah menengah pertama mulai mempelajari bagian-bagian bunga, kemudian di sekolah menengah atas dijelaskan tentang proses-proses yang terjadi pada bunga, demikian seterusnya akan dibahas lebih dalam di perguruan tinggi.
Konstruktivisme memiliki kaitan yang erat dengan penerapan pendekatan saintifik. Sudah sejak lama, guru memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan sendiri pengetahuan yang ada, mulai dari peserta didik tinkat sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, terutama pada peserta didik tingkat perguruan tinggi.
Bahkan tidak hanya sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi saja yang diberikan kebebasan untuk membentuk sendiri pengetahuan mereka melalui keaktifan dalam berfikir tentang suatu objek, pengalaman baru, dan lingkungan. Saat ini, ditingkat pendidikan sekolah dasar siswa sudah dituntut untuk ikut aktif dalam proses belajar.


Saat ini, di sekolah dasar sudah menggunakan pendekatan saintifik, dimana pengetahuan diperoleh melalui aktivitas  mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Pendekatan tersebut sesuai dengan konstruktivisme, dimana siswa dapat mencipta sendiri pengetahuannya melalui mengingat, memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan yang sudah ada, kemudian mengevaluasi pengetahuan tersebut dengan mengaitkannya dengan keadaan yang ada saat ini, sehingga pengetahuan tersebut dapat berkembang, bahkan pengetahuan tersebut dapat mengalami perubahan setelah dilakukannya evaluasi tersebut.
a.       Pendekatan saintifik dalam proses belajar
·         Siswa diberikan kebebasan untuk membentuk pengetahuannya sendiri
Sesuai dengan konstruktivisme, dalam pendekatan saintifik siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan pola pikir masing-masing sesuai dengan tema yang ada.
·         Siswa harus aktif dalam kegiatan belajar-mengajar untuk mengembangkan suatu pengetahuan
Saat ini, kegiatan belajar banyak menggunakan metode diskusi yang membutuhkan keaktifan semua siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dalam diskusi, siswa dapat mengungkapkan setiap gagasan yang ada dalam pemikirannya, sehingga didapat banyak gagasan yang mendukung perkembangan pengetahuan.

b.      Pendekatan saintifik dalam proses mengajar
·         Peran guru sebagai mediator dan fasilitator
Sesuai dengan konstruktivisme, dalam pendekatan saintifik guru tidak mentransfer pengetahuan secara utuh kepada siswa, melainkan menjadikan pengajar atau guru sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator, yaitu:
a)    Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.
b)   Menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
c)    Menyediakan sarana yang dapat merangsang siswa berfikir secara produktif.
d)   Guru harus menyemangati siswa untuk mengembangkan pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman baru yang ia dapat dari lingkungan belajar.
e)    Guru membantu mengevaluasi kesimpulan yang didapat oleh siswa.


Untuk mencapai peran dan tugas secara maksimal, diperlukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
a)    Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk menngetahui apa yang sudah mereka ketahui.
b)   Perlunya komunikasi antar guru dengan siswa dalam menentukan tujuan pembelajaran di kelas.
c)    Guru harus mampu  memilih metode yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas.
d)   Guru harus memiliki pemikiran yang fleksibel terhadap hal-hal baru yang berkaitan dangan materi pembelajaran di kelas, untuk mengembangkan pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar