Ref-PGSD3A/22
089604800775
KONSTRUKTIVISME
DAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Konstruktivisme adalah salah satu
aliran filsafat pengetahuan. Konstruktivisme
berasal dari kata konstruktiv yang berarti bersifat membina,
memperbaiki, membangun, dan kata isme yang berarti paham atau aliran. Maka
konstruktivisme dapat diartikan sebagai aliran filsafat pengetahuan yang
berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari
orang yang sedang belajar.
Aliran filsafat ini memuat dua aliran
yang berlainan yaitu empirisme dan nativisme. Empirisme menyatakan bahwa
pengetahuan berasal dari sebuah pengalaman(dari luar), sedangkan nativisme
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan suatu ide yang sudah ada sebagai
pembawaan dari manusia (dari dalam). Dari kedua pernyataan tersebut
konstruktivisme memiliki pernyataan lain yang berkaitan dengan keduanya, yang
menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dan dibentuk serta
dikembangkan menjadi sebuah pengetahuan baru yang lebih berkembang melalui
konstruksi seseorang.
Konstruktivisme beranggapan bahwa
pengetahuan merupakan hasil bentukkan manusia. Manusia membentuk pengetahuannya
melalui interaksi dengan objek, pengalaman, dan lingkungan mereka. Pada aliran
ini, suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut berguna
dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang ada. Bagi konstruktivisme,
pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang
lain, melainkan harus dibentuk oleh masing-masing orang. Karena pengetahuan bukan
sesuatu yang sudah jadi secara utuh, melainkan butuh suatu proses berupa
pemikiran-pemikiran yang terus-menerus agar pengetahuan tersebut semakin
berkembang.
Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-fakta,
melainkan bentukan seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungan.
Sehingga pengetahuan dapat terus berkembang sesuai dengan pemikiran seseorang
terhadap objek, pengalaman baru, maupun keadaan alam yang berbeda-beda.
Gagasan
pokok aliran ini sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang
epistemolog dari Italia pada tahun 1710. Dalam bukunya “de Antiquissima Italorum sapientia” mengungkapkan filsafatnya
dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa seseorang dianggap mengetahui sesuatu jika
orang tersebut mengetahui cara membuat dan mengetahui unsur-unsur yang
membentuk sesuatu tersebut. Misalnya, hanya Tuhan saja yang mengetahui
unsur-unsur pembentuk dan cara membuat alam semesta, maka dalam hal ini hanya
Tuhan saja yang mengerti tentang alam semesta.
Menurut Vico, pengetahuan selalu
menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk oleh manusia itu sendiri. Namun
gagasan-gagasan dari Vico tidak banyak diketahui orang. Sehingga pada 1988 Von
Glasersfeld menyatakan bahwa pengertian konstruktivisme muncul dalam tulisan
Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.
Piaget menuliskan gagasan
konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan kognitif dan juga dalam
epistemologi genetiknya. Piaget mengungkapkan teori adaptasi kognitifnya yang
menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari adaptasi struktur kognitif terhadap
lingkungan, seperti suatu organisme yang harus beradaptasi dengan lingkungan
untuk bertahan hidup. Demikian juga tentang struktur skema pemikiran manusia,
berhadapan dengan tantangan, pengalaman, dan hal baru yang telah diketahuinya,
seseorang ditantang untuk menanggapi hal tersebut.dalam menanggapi hal
tersebut, skema seseorang dikembangkan menjadi lebih umum dan rinci, skema ini
juga dapat berubah secara total karena skema yang lama tidak cocok untuk
menjawab pengalaman baru tersebut. Proses ini membuat pengetahuan seseorang
terus berkembang sesuai dengan hal-hal baru yang ia ketahui.
Sesuai dengan konstruktivisme, maka
setiap orang bebas berperan dalam membentuk pengetahuan. setiap orang dituntut
untuk aktif dalam membentuk pengetahuan untuk mengembangkan pengetahuan yang
sudah ada sebelumnya.
Namun, tidak semua bentukan tersebut
dapat dianggap sebagai pengetahuan yang benar. Sebelumnya telah disampaikan
bahwa pengetahuan tersebut dianggap benar apabila pengetahuan tersebut berguna
untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada sesuai
dengan objek, pengalaman baru, dan
lingkungan.
Konstruktivisme memiliki beberapa
pandangan dalam pembelajaran yang mengatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran
anak-anak harus diberi kesempatan untuk berpikir sendiri. Menurut Tran Vii,
konstruktivisme juga memberi kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar untuk memenuhi kebutuhannya dengan
kemampuan untuk menemukan pengetahuan yang dibutuhkan dengan bantuan fasilitas
orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al. menyatakan bahwa konstruktivisme
menekankan pentingnya setiap siswa agar aktif
membentuk pengetahuan dengan cara mengaitkan pembelajaran sebelumnya
dengan pembalajaran baru sesuai dengan pikiran mereka sendiri, dan hal ini
harus dilakukan secara terus-menerus.
Pengetahuan didapat melalui proses
konstruksi dan menjadikan seseorang menjadi lebih tahu, lebih lengkap, dan
lebih sempurna. Misalnya pengetahuan tentang bunga. Di sekolah dasar
diperkenalkan jenis-jenis bunga, di sekolah menengah pertama mulai mempelajari
bagian-bagian bunga, kemudian di sekolah menengah atas dijelaskan tentang
proses-proses yang terjadi pada bunga, demikian seterusnya akan dibahas lebih
dalam di perguruan tinggi.
Konstruktivisme
memiliki kaitan yang erat dengan penerapan pendekatan saintifik. Sudah sejak
lama, guru memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan
sendiri pengetahuan yang ada, mulai dari peserta didik tinkat sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas, terutama pada peserta didik tingkat perguruan
tinggi.
Bahkan
tidak hanya sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi saja yang
diberikan kebebasan untuk membentuk sendiri pengetahuan mereka melalui
keaktifan dalam berfikir tentang suatu objek, pengalaman baru, dan lingkungan.
Saat ini, ditingkat pendidikan sekolah dasar siswa sudah dituntut untuk ikut
aktif dalam proses belajar.
Saat
ini, di sekolah dasar sudah menggunakan pendekatan saintifik, dimana
pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Pendekatan tersebut sesuai dengan konstruktivisme, dimana siswa dapat
mencipta sendiri pengetahuannya melalui mengingat, memahami, menerapkan, dan
menganalisis pengetahuan yang sudah ada, kemudian mengevaluasi pengetahuan
tersebut dengan mengaitkannya dengan keadaan yang ada saat ini, sehingga
pengetahuan tersebut dapat berkembang, bahkan pengetahuan tersebut dapat
mengalami perubahan setelah dilakukannya evaluasi tersebut.
a.
Pendekatan saintifik dalam proses
belajar
·
Siswa diberikan kebebasan untuk
membentuk pengetahuannya sendiri
Sesuai dengan konstruktivisme, dalam
pendekatan saintifik siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan pola pikir
masing-masing sesuai dengan tema yang ada.
·
Siswa harus aktif dalam kegiatan
belajar-mengajar untuk mengembangkan suatu pengetahuan
Saat ini, kegiatan belajar banyak
menggunakan metode diskusi yang membutuhkan keaktifan semua siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Dalam diskusi, siswa dapat mengungkapkan setiap gagasan
yang ada dalam pemikirannya, sehingga didapat banyak gagasan yang mendukung
perkembangan pengetahuan.
b.
Pendekatan saintifik dalam proses
mengajar
·
Peran guru sebagai mediator dan
fasilitator
Sesuai dengan konstruktivisme, dalam
pendekatan saintifik guru tidak mentransfer pengetahuan secara utuh kepada
siswa, melainkan menjadikan pengajar atau guru sebagai mediator dan fasilitator
yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Fungsi guru sebagai mediator dan
fasilitator, yaitu:
a)
Menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan
penelitian.
b)
Menyediakan atau memberikan kegiatan
yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
c)
Menyediakan sarana yang dapat
merangsang siswa berfikir secara produktif.
d)
Guru harus menyemangati siswa untuk
mengembangkan pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman baru yang ia dapat dari
lingkungan belajar.
e)
Guru membantu mengevaluasi
kesimpulan yang didapat oleh siswa.
Untuk
mencapai peran dan tugas secara maksimal, diperlukan beberapa kegiatan sebagai
berikut:
a)
Guru
perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk menngetahui apa yang sudah mereka
ketahui.
b)
Perlunya
komunikasi antar guru dengan siswa dalam menentukan tujuan pembelajaran di
kelas.
c)
Guru
harus mampu memilih metode yang tepat
untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas.
d)
Guru
harus memiliki pemikiran yang fleksibel terhadap hal-hal baru yang berkaitan
dangan materi pembelajaran di kelas, untuk mengembangkan pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar