Kamis, 18 Desember 2014

BIOGRAFI RONGGO WARSITO

BIOGRAFI RONGGO WARSITO

Nama                                       : Bagus Burhan (Raden Ranggawarsita)
Tempat/ Tanggal Lahir            : Yasadipuran Surakarta, 15 Maret 1802
Nama Ayah                             : R.T Saatranegara
Nama Istri                               : Raden Ajeng Gombak
Nama Mertua                          : Raden Adipati Cakraningrat
Perjalanan Hidup                    :
            Pada usia 4 tahun, Bagus Burhan diserahkan kepada Ki Tanujaya untuk di didik hingga usia 12 tahun. Ki Tanujaya merupakan abdi kepercayaan ayahnya yang jujur, luwes dan memiliki pengetahuan yang luas.
            Pada usia 12 tahun, Burhan mulai berguru ilmu agama kepada Kanjeng Kyai Imam Besari di Pondok Pesantren Gerbang Tinatar, Telagasari, Ponorogo. Kanjeng Kyai Imam Besari merupakan menantu Paku Buwana IV dan teman sepergurruan ayahnya. Bagus Burhan sangat malas belajar ilmu agama, bahkan lebih senang berjudi. Kenakalannya membawa pengaruh buruk bagi santri lainnya, kemudian Kanjeng Kyai Imam Besari memarahi Bagus Burhan, rupanya Murka sang guru membuat mata batin Bagus terbuka, sehingga ia mulai belajar dengan kesadaran. Bagus menjadi salah satu murid yang terpintar, selain pintar Bagus Juga rajin dalam menjalankan ritual dan latihan-latihan yang diberikan di pesantren. Bagus juga kemudian mulai aktif menjadi pengurus pesantren, dan mulai membantu dalam memberikan pelajaran dipesantren.
            Setelah beberapa tahun mondok di pesantren dan dirasa sudah cukup pengetahuan dan ilmunya tentang agama, kemudian Bagus Burhan kembali pulang ke Surakarta. Di Surakarta Bagus diasuh langsung oleh kakeknya, R.T Sastraningrat, kakenya meramalkan Bagus akan menjadi Pujangga Penutup di Tanah Jawa. Yang artinya adalah apa yang harus dikatakan sudah dikatakan oleh Raden Ranggawarsita dan tidak ada hal baru lagi yang harus dikatakan, namun interpretasinya tetap harus diperbaharui dari waktu ke waktu terlebih lagi pulau jawa akan memasuki jaman suram (kolo bedu, kala yuga), di perlukan interpretasi terus menerus untuk tetap dapat menghidupkan ruh Raden Ranggawarsita sebagai penjaga mandala pulau jawa.
            Beberapa tahun kemudian Bagus Muda kembali melakukan pengembaraannya, saat itu dia diserahkan kepada Panembahan Buminata, untuk mempelajari ilmu jaya kawijayan, dan olah fisik. Setelah tamat berguru, Bagus yang mulai dewasa di panggil oleh Sri Paduka Paku Buwana IV dan diangkat sebagai pegawai istana.
            Pada 28 Oktober 1818 Bagus diangkat menjadi pegawai Kraton dengan jabatan Carik Kliwon di Kadipaten Anom, dengan gelar Rangga Pujangga Anom, atau lajimnya disebut dengan Rangga Panjanganom. Semacam gelar bagi seorang pujangga muda. Kemudian sekitar tahun 1749 jawa, Bagus diangkat menjadi Matri Carik Kadipaten Anom dengan nama Mas Ngabehi Sarataka, waktu itu usia Bagus sekitar 20 tahun.
            Kemudan Bagus di nikahkan dengan Raden Ajeng Gombak, putra Bupati Kediri, yatu Kanjeng Raden Adipati Cakraningrat. Perkawinan di langsungkan di Buminata, Surakarta. Meski sudah berkeluarga dan juga memiliki jabatan, Mas Ngabehi tidak berhenti menuntut ilmu, pengembaraannya terus berjalan, Di Surabaya Mas Ngabehi berguru dengan Ajar Kyai Wirakantha.
            Setelah tamat dia meneruskan pengembaraannya ke Tabanan, Bali, berguru dengan Ajar Kyai Sidalaku di Desa Pancak. Dari desa pancake, Tabanan, kemudian Mas Ngabehi kembali ke Kediri tentu saja dengan membawa Ilmu dan pengetahuan. Karena Ilmu pengetahuan yang semakin tinggi maka setelah kembali ke Surakarta, Mas Ngabehi Sarataka di naikan pangkatnya menjadi Abdi Dalem Penewu Sedasa, sekitar tahun 1754 jawa, pada waktu itu tengah berkecamuk perang Diponegoro.
            Usia Mas Ngabehi memasuki 23 tahun, namun sudah terlihat keahliannya dalam kesastraan jawa dan pancaran cahaya kebatinannya. Tulisan-tululisannya mulai mendapat perhatian dari abdi dalem lainnya. Bahkan Sunan sendiri yang sempat membaca karya-karya Mas Ngabehi menyarankan kepada abdi dalem lainnya agar belajara dari Mas Ngabehi tentang tata bahasa dan gaya kepenulisan. Kemudian Mas Ngabehi dianugrahi julukan cengkok atau corak kadipaten (cirinya kadipaten). Atas inisiatifnya sendiri Mas Ngabehi yang menjabat sebagai Carik Kadipaten Anom mulai mengumpulkan silsilah raja-raja terdahulu, dan melalui data-data itu ia mulai menulis catatan sejarah dan kemudian di jadikan naskah.
            Pada usia 25 tahun ia mulai menuliskan pengetahuan dan ilmunya yang di dapat dari pengalaman pribadinya, buku pertamanya adalah buku tentang tatacara bersopan santun. Pada hari senin wage, 22 Besar, Jimawal 1757, K.G.P.H Purubaya, putra Paku Buwana IV dari permaisuri Kanjeng Ratu Kencana naik tahtah menggantikan Pakubuwana VI dengan gelar Paku Buwana VII. Pada tahun itu pulalah Mas Ngabehi Sarataka dinaikan pangkatnya menjadi Panewu carik Kadipaten Anom dengan nama Raden Ngabehi Ranggawarsita pada usia yang ke 30 tahun.
            Kemampuannya akan kesusastraan dan pendalaman akan kebatinan semakin terlihat, arti nama Ranggawarsita adalah sebagai seorang petuah, seorang pujangga yang memiliki petuah. Nama itu juga sebagai penegasan sosoknya sebagai seorang guru, baik sebagai guru kesusastraan jawa dan juga sebagai guru kebatinan. Siswanya banyak datang dari kalangan ningrat dan juga Belanda. “Ketahuilah sebelum segalanya terjadi, hanya terdapat ruang, yang kosong hampa, tak ada sesuatu kecuali Tuhan, tak seorang pun tahu, akan keberadaannya. tak ada yang mengetahui, sukmanya dalam gedung, hanya Dia yang mengetahui sendiri, segera tahu akan kehendak makhluk , sebelum mengetahui, sudah menguasai maka menjadikan segalanya, karena akan dilihat, sudah nyata jagad sejati, dari sabda sekali jadi, tak pernah luput dari sabda itu KARYA-KARYA RANGGA WARSITO (Kupasan Karya Ronggo Warsito).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar